Sabtu, 23 Januari 2010

BS 2 - Budgeted Key Operating Statistics

BS 2 berisi tentang data statistik dari rencana kegiatan kunci perusahaan. Di dalamnya memuat informasi penting tentang prakiraan:
  • Jumlah Lapangan (Fields) yang diproduksikan oleh perusahaan
  • Jumlah Minyak (termasuk kondensat) dan gas yang diproduksi dalam tahun berjalan
  • Rata-rata produksi per sumur
  • Jumlah seluruh sumur produksi
  • Jumlah seluruh sumur yang sudah tidak berproduksi
  • Rata-rata harga migas per barrel/equivalent
  • Rata-rata biaya produksi / barrel equivalent
  • Rata-rata biaya total / barrel equivalent
  • Total biaya investasi per sumur produksi
  • Total biaya investasi per barrel reservoir
  • Jumlah sumur pengembangan yang diselesaikan tahun berjalan
  • Jumlah sumur pengembangan yang sukses
  • Jumlah sumur taruhan (wildcat) yang diselesaikan tahun berjalan
  • Jumlah sumur taruhan (wildcat) yang sukses
  • Total kedalaman seluruh sumur yang dibor tahun berjalan
  • Luas area seismik yang dilakukan pada tahun berjalan.

Pertanyaan:

  1. BS berapa yang memberikan informasi tentang prakiraan jumlah seluruh sumur yang dimiliki perusahaan?
  2. BS berapa yang memberikan informasi tentang rencana jumlah sumur yang akan di bor tahun berjalan ?
  3. BS berapa yang memberikan informasi tentang target jumlah keberhasilan dari sumur-sumur yang dibor tahun berjalan?
  4. BS berapa yang memberikan informasi tentang total rencana kedalaman seluruh sumur-sumur yang akan selesai dibor tahun berjalan?
  5. Informasi tentang rencana luas area seismik yang dilakukan perusahaan dapat ditemukan di BS berapa?
  6. BS berapa yang menginformasikan tentang target lifting tahun berjalan?
  7. BS berapa yang menginformasikan tentang anggaran Investment Credit?
  8. BS berapa yang menginformasikan tentang anggaran cost recovery?
  9. BS berapa yang menginformasikan tentang anggaran DMO?
  10. BS berapa yang menginformasikan tentang target penerimaan negara dari pajak migas?
  11. BS berapa yang menginformasikan tentang target total penerimaan negara?

Rabu, 11 November 2009

BS 1 - Financial Status Report (Bag VII-Selesai)

Bagan yang lebih populer di tengah masyarakat untuk menggambarkan BS 1 WP&B adalah seperti yang terlihat dibawah ini:


Sampai disini, kita telah membahas seluruh istilah yang terdapat dalam Budget Schedule (BS) 1 Work Program & Budget (WP&B). Selanjutnya, akan lebih mudah bagi kita untuk menyusun BS 1 WP&B berdasarkan pemahaman tersebut. Bagian yang lebih sulit adalah proses untuk mendapatkan dan mengolah data yang akan digunakan dalam pembuatan BS 1 tersebut. Dalam hal ini, peran dari system infomasi akuntansi sangat dibutuhkan dalam rangka menunjang pembuatan WP&B dan laporan keuangan PSC lainnya.

Pertanyaan:

  1. Apakah porsi bagi hasil produk migas yang tertuang di dalam kontrak PSC dinyatakan secara net after tax (misal 85:15) atau gross up (missal 73.22:26,78)?
  2. Apakah perbedaan antara Produksi dan Lifting?
  3. Dalam hal masih ada saldo unrecovered cost, apakah FTP bagi KPS dikenakan pajak dan harus disetor ke negara? Jelaskan!
  4. Apakah Investment Credit selalu menguntungkan KPS secara cash flow? Jelaskan!
  5. Apakah industry NON-migas mengenal sistem cost recovery? Jelaskan!
  6. Apakah KPS lebih menyukai cost recovery yang tinggi daripada yang rendah? Jelaskan!
  7. Apakah kontrak PSC dari perusahaan tempat Anda bekerja/miliki terdapat pasal tentang pembatasan terhadap besaran cost recovery bagi KPS? Ceritakan berdasarkan pengalaman Anda!
  8. Apakah DMO akan menjamin pasokan produk migas dalam negeri?
  9. Mengapa DMO oleh KPS dimulai pada saat awal tahun produksi dan hanya berlaku selama 60 bulan ?
  10. Apakah yang dimaksud dengan DMO Holiday?

Kamis, 15 Oktober 2009

BS 1 - Financial Status Report (Bag VI)

Bonus
Negara juga dapat menetapkan adanya beberapa jenis bonus yang harus dibayarkan oleh kontraktor. Jenis dari bonus tersebut dapat berbentuk Information Bonus, Working Advance Bonus, Production Bonus, Equipment & Service Bonus, Signature Bonus. Misalnya terdapat ketentuan production bonus bahwa KPS (Kontraktor Production Sharing) diharuskan untuk membayar bonus kepada pemerintah sebesar USD 1,5 Juta apabila produksi kumulatifnya telah mencapai 30 MMBO (30 Juta Barels), dsb.

Bonus ini tidak untuk dimasukkan sebagai bagian dari biaya operasi yang dapat di cost recory. Namun demikian, bonus dapat mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan KPS.

Berikut adalah contoh kutipan pasal tentang bonus didalam kontrak PSC:

Bersambung...

BS 1 - Financial Status Report (Bag V)

Domestic Market Obligation (DMO)
Untuk menjamin pasokan yang cukup bagi konsumen dalam negeri, Kontraktor Production Sharing (KPS) berkewajiban untuk memprioritaskan penyaluran sebagian dari hasil entitlemetnya ke pasar domestic, atau dikenal dengan istilah DMO. Secara sederhana, besaran DMO ini ditentukan sebesar maksimal 25% dari produksi/lifting KPS dikalikan dengan porsi bagi hasil produksi KPS.

Besaran DMO sebesar 25% itu adalah angka maksimal. Suatu saat, bisa saja besaran DMO nya lebih rendah dari 25%. Hal ini bisa terjadi ketika produksi minyak nasional jauh melampau kebutuhan pasar minyak dalam negeri, sehingga tingkat Kebutuhan nasional dibandingkan dengan Produksinya dibawah 25%. Misalnya, jika kebutuhan minyak nasional dalam setahun adalah 1000 MMB (1 Milyar Barels) dan, produksi nasional setahun adalah 1000.000 MMB (1 Trilyun Barels), maka tingkat kebutuhan nasional hanyalah 10% dari produksinya. Dalam kondisi ini, DMO tingkat yang dipakai adalah 10%, karena lebih rendah dari DMO maksimal 25%.

Berikut adalah contoh cuplikan pasal tentang besaran besaran DMO dalam kontrak PSC:


Selain itu, harga jual yang dipakai untuk DMO ini juga ditentukan oleh negara, yang bisa sangat jauh lebih rendah daripada harga pasar / ICP (Indonesian Crude Price). Harga diskon yang diberlakukan untuk DMO ini bisa sampai 90%, yang berarti KPS hanya akan menikmati 10% dari harga harga pasar.

Harga diskon untuk DMO ini biasanya hanya diberlakukan selama 5 tahun pertama (60 bulan) sejak bulan pertama produksi. Setelah masa itu, KPS dapat menjualnya dengan harga pasar, namun dengan tetap menyalurkannya untuk keperluan pasar dalam negeri. Pembebasan harga jual DMO sesuai harga pasar ini menimbulkan selisih jika dibandingkan dengan harga DMO awal. Selisih harga tersebut merupakan rangsangan bagi KPS untuk melakukan kegiatan eksplorasi lahan baru.

Berikut adalah contoh cuplikan pasal tentang harga DMO dalam kontrak PSC:



(Bersambung...



Kamis, 27 Agustus 2009

BS 1 - Financial Status Report (Bag IV)

Equity to be Split
Setelah hasil produksi/lifting digunakan untuk membayar jatah FTP, Investment Credit dan Cost Recovery, maka nilai yang masih tersisa akan dibagi antara negara dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Porsi pembagian ini disesuaikan dengan kesepakatan yang telah tertuang dalam Production Sharing Contract (PSC).

Porsi standar pembagian produksi minyak adalah 85:15, dimana: negara akan mendapat jatah 85% nilai produksi/lifting, dan KKKS mendapat 15%. Adapun porsi standar pembagian produksi gas adalah 70:30, dimana negara akan menerima jatah 70% dan KKS 30%. Namun tidak menutup kemungkinan adanya porsi pembagian produksi migas yang lain, terkait dengan jenis kontrak yang berbeda, atau jenis lapangan, atau cara produksi dll.

Perlu dicatat bahwa porsi bagi hasil produksi sebesar 85:15 atau 70:30 tersebut adalah nilai bersih setelah memperhitungkan pajak (net after tax). Sehingga, berapapun tariff pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia, investor akan selalu terjamin untuk mendapatkan porsi 15% (dalam kondisi bagi produksi 85:15) atau 30% (dalam kondisi bagi produksi 70:30) dari pembagian hasil produksi.

Terdapat beberapa tarif pajak penghasilan yang telah berlaku dalam PSC sesuai tax regime pada saat itu, yaitu 56%, 48% dan 44%. Namun, dalam berbagai tariff pajak penghasilan tersebut, investor tetap mendapatkan jaminan porsi pembagian hasil produksi yang tetap sesuai kontrak PSC. Bagi investor, hal ini tentu merupakan keuntungan tersendiri. Setidaknya akan sedikit lebih mudah bagi mereka untuk melakukan analisis atas portfolio investasi yang mereka miliki di berbagai penjuru dunia.

Untuk mengetahui besaran porsi pembagian produksi secara gross up (sebelum pajak), maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Misal:
- Porsi pembagian produksi = 85:15.
- Pajak Penghasilan = 44%
- Bagian kontraktor sebelum pajak = X
Maka:
Produksi setelah pajak = 56% (1-44%)
Bagian Kontraktor = 56% x X = 15%
X = 15% x 100/56 = 26.78%
PPh = 44% x 26.78% = 11.78%
Bagian Kontraktor setelah pajak = 15% (26.78%-11.78%).
Jadi angka Gross Up dari pembagian produksi sebesar 15% bagi kontraktor dengan tariff pajak 44% adalah 26.78%

Sebaliknya bagi negara, porsi 85% yang diterima adalah nilai setelah ditambah penerimaan pajak. Dengan demikian penerimaan negara dari hasil pembagian produksi adalah lebih kecil daripada 85% tsb, yakni 73.22% (1 – 26.78%) atau (85% - 11.78%)

Berikut adalah contoh petikan pasal tentang equity to be split / porsi pembagian bagi produksi dalam kontrak PSC


(bersambung...)